Pengertian, Definisi Dan Jenis-Jenis Paradigma Secara Lengkap

Pengertian, Definisi Dan Jenis-Jenis Paradigma Secara Lengkap

Pengertian, Definisi Dan Jenis-Jenis Paradigma Secara Lengkap

Istilah paradigma tergolong sangat jarang digunakan dalam percakapan yang kita lakukan sehari – hari. Meskipun begitu, kita tetap harus mengetahui makna / arti kata paradigma yang sebenarnya, sehingga ketika istilah ini digunakan, kita sanggup mengetahui apa makna / artinya.

Istilah paradigma tergolong sangat jarang digunakan dalam percakapan yang kita lakukan seh Pengertian, Definisi dan Jenis-jenis Paradigma Secara Lengkap
Pengertian, Definisi dan Jenis-jenis Paradigma Secara Lengkap

Istilah paradigma cenderung merujuk kepada dunia pola pikir atau pun teknis penyelesaian persoalan yang dilakukan oleh manusia. Istilah yang satu ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang ilmuan berjulukan Thomas Kuhn melalui buku buatannya yang berjudul The Structure of Scientific Revolution.

Saat pertama kali diperkenalkan, istilah Paradigma tidak dijelaskan secara gamblang oleh Thomas Khun. Pada waktu itu, paragima hanya diutarakan sebagai termonologi kunci yang digunakan dalam model perkembangan ilmu pengetahuan saja. Beberapa ketika kemudian, barulah istilah Paradigma terdefenisi secara terang oleh Robert Fridrichs (merupakan orang pertama yang mengungkapkan apa itu paradigma secara terang dan gamblang).

Pradigma berkaitan erat dengan prinsip – prinsi dasar yang memilih banyak sekali macam pandangan insan terhadap dunia sebagai pecahan dari sistem bricoluer. Sebuah paradigma biasanya meliputi tiga elemen utama yaitu elemen metodologi, elemen epistemologi, dan elemen ontologi. Dengan memakai tiga elemen ini, insan memakai paradigma untuk meraih banyak sekali macam pengetahuan mengenai dunia dan banyak sekali macam fenomena yang terjadi di dalamnya.

Definisi dan Pengertian Paradigma Menurut Para Ahli

Secara etimologis, istilah paradigma intinya berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata “para” yang artinya di sebelah atau pun di samping, dan kata “diegma” yang artinya teladan, ideal, model, atau pun arketif. Sedangkan secara terminologis, istilah paradigma diartikan sebagai sebuah pandangan atau pun cara pandang yang digunakan untuk menilai dunia dan alam sekitarnya, yang merupakan gambaran atau pun perspektif umum berupa cara – cara untuk menjabarkan banyak sekali macam permasalahan dunia nyata yang sangat kompleks.

Selain pengertian di atas, berikut pengertian kata paradigma yang coba diutarakan oleh para hebat :

Robert Freidrichs
Menurut Robert Freidrichs, paragigma merupakan kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak pandangannya sehingga terbentuk gambaran subjektif seseorang terhadap ralita sehingga berujung pada ketentuan bagaimana cara untuk menangani realita tersebut.

Thomas Kuhn
Menurut Thomas Kuhn, pengertian paradigma ialah landasan berpikir atau pun konsep dasar yang digunakan / dianut sebagai model atau pun pola yang dimaksud para ilmuan dalam usahanya, dengan mengandalkan studi – studi keilmuan yang dilakukannya.

C. J. Ritzer
Menurut C. J. Ritzer, paradigma ialah pandangan fundamental para ilmuan mengenai apa yang menjadi pokok permasalahan yang seharusnya dipelajari oleh satu cabang ilmu pengetahuan tertentu.

Guba
Menurut Guba, pengertian paradigma ialah sekumpulan keyakinan dasar yang membimbing tindakan manusia.

Jenis - Jenis Paradigma

Paradigma merupakan kekuatan dasar yang bisa mempertahankan keberadaan sebuah ilmu pengetahuan. Paradigma pada wilayah riset penelitian bekerjsama merupakan seperangkat konstruksi cara pandang dalam menetapkan nilai-nilai dan tujuan penelitian serta menawarkan arah wacana bagaimana pengetahuan harus didapat dan teori-teori apa yang seharusnya digunakan dalamsebuah penelitian. Pada hakikatnya, paradigma menawarkan batasan-batasan tertentu apa yang harus dikerjakan, dipilih dan diprioritaskan dalam sebuah penelitian. Pada aspek lain, paradigma akan menawarkan rambu-rambu wacana apa yang harus dihindari dan tidak digunakan dalam penelitian. Menurut sebuah analisis yang dikutip dari Bogdan dan Biklen (1982), paradigma merupakan kumpulan longgar dari sejumlah perkiraan yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian (Narwaya, 2006 : 110)

Paradigma ilmu komunikasi berdasarkan metodologi penelitiannya, berdasarkan Dedy N. Hidayat (1999) yang mengacu pada pemikiran Guba dan Lincoln (1994) ada tiga paradigma : (1) paradigma klasik yang meliputi positivisme (2) paradigme kritis dan (3) paradigma konstruktivisme (Bungin, 2008 : 237)

Paradigma Positivisme

  1. August Comte (1798-1857) ialah filsuf yang mempelopori kemunculan fatwa filsafat postivisme. Positivisme mendominasi wacana ilmu pengetahuan pada awal periode 20-an dengan menetapkan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh ilmu-ilmu insan ataupun alam untuk disebut sebagai ilmu pengetahuan yang benar. Demi terpenuhinya, kriteria-kriteria tersebut, maka ilmu-ilmu harus mempunyai pandangan dunia positivistik sebagai berikut : pertama,objektif. Teori-teori wacana semesta haruslah bebas nilai.
  2. Kedua, fenomenalisme. Ilmu pengetahuan hanya membicarakan wacana semesta yang teramati. Ketiga, reduksionisme. Semesta direduksi menjadi fakta-fakta keras yang sanggup diamati. Keempat, naturalisme. Alam semesta ialah objek-objek yang bergerak secara mekanis menyerupai bekerjanya jam. Positivisme mempunyai efek yang amat berpengaruh terhadap banyak sekali disiplin ilmu bahkan hingga cukup umur ini (Bungin, 2008:10).
  3. Ketika para peneliti komunikasi pertama kali berkeinginan meneliti dunia sosial secara sistematis, mereka memakai ilmu pengetahuan fisik sebagai model. Kelompok ilmu yang tergolong dalam ilmu pengetahuan fisik meyakini positivisme sebagai suatu pandangan bahwa ilmu pengetahuan hanya sanggup diperoleh melalui fenomena yang empiris, sanggup diamati dan diukur serta diuji dengan metode ilmiah. Akan tetapi, insan bukanlah menyerupai gelas kimia yang berisi air. Akibatnya, para ilmuwan sosial berkomitmen dengan praktik metode ilmiah yang memakai teori postpositivis, yaitu teori yang didasarkan pada pengamatan empiris yang diarahkan oleh metode ilmiah, tetapi menyadari bahwa insan dan sikap insan tidak sekonstan elemen yang ada didunia fisik (Davis dkk, 2010 :14).
  4. Namun dalam praktiknya, implikasi metodologi keduanya tidak jauh berbeda. Sehingga dalam tulisannya, Guba menyatukannya dalam paradigma klasik (Bungin, 2008 : 238)
  5. Dalam memandang suatu wacana dari segi bahasa berdasarkan Moh. A.S. Hikam, paradigma positivisme dimaksudkan untuk menggambarkan tata hukum kalimat, bahasa, dan pengertian bersama dan diukur kebenaran/ketidakbenarannya terhadap sintaksis dan semantik. Selain itu pandangan positivisme juga menganggap bahwa media ialah akses pertukaran pesan dan gosip ialah cerminan dan refleksi dari kenyataan. Karena itu gosip haruslah sama dan sebangun dengan fakta yang dipilihnya, opini dan pandangan subjektif dari pembuat gosip harus disingkirkan. Wartawan berperan sebagai pelapor sehingga gosip yang diterima pada tangan pembaca sama dengan apa yang dimaksudkan dengan pembuat berita. (Eriyanto, 2001)

Paradigma Konstruktivisme

  1. Dalam fatwa Filsafat menyerupai yang dinyatakan oleh K. Bertens (1993), gagasan konstruktivisme telah muncul semenjak Sokrates menemukan jiwa dalam badan manusia, semenjak Plato menemukan daypikir dan ide. Dan gagasan itu lebih aktual lagi sehabis Aristoteles mengenalkan istilah, informasi, relasi, individu, substansi, materi, esensi dan sebagainya. Ia juga menyampaikan bahwa, insan ialah mahluk sosial, setiap pernyataan harus dibuktikan dengan kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan ialah logika dan dasar pengetahuan ialah fakta.
  2. Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme menyerupai yang diungkapkan oleh Suparno (1997): pertama,konstruktivisme radikal; kedua,realisme hipotesis; ketiga,konstruktivisme biasa. Konstrukstivisme radikal hanya sanggup mengakui apa yang dibuat oleh pikiran kita. Bentuk itu tidak selalu representasi dari dunia nyata. Pengetahuan bagi mereka merefleksi suatu realitas objektif, namun sebuah realitas yang dibuat oleh pengalaman seseorang. Dalam pandangan realisme hipotetis, pengetahuan ialah sebuah hipotesis dari struktur realitas yang mendekati realitas dan menuju kepada pengetahuan yang hakiki. Sedangkan untuk konstruktivisme biasa memandang bahwa pengetahuan individu dipandang sebagai suatu gambaran yang dibuat dari realitas objek dalam dirinya sendiri.
  3. Sehingga sanggup disimpulkan bahwa konstruktivisme sanggup dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada sebab terjadi kekerabatan sosial antara individu dengan lingkungan atau orang disekitarnya. Dan konstruksivisme semacam inilah yang oleh Berger dan Luckmann (1990) disebut dengan konstruksi sosial (Bungin, 2011:14).
  4. Pendekatan paradigma konstruksionis mempunyai evaluasi tersendiri bagaimana media, wartawan, dan gosip dilihat, yaitu:
    • Fakta/peristiwa ialah hasil konstruksi. Bagi kaum konstruksionis, realitas itu bersifat subjektif. Realitas itu hadir sebab dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas bisa berbeda-beda, tergantung pada bagaimana konsepsi ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan berbeda (Gans, dalam Eriyanto, 2002:19)
    • Media ialah biro konstruksi. Media bukanlah sekedar akses yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan bias dan pemihakannya. Lewat bahasa yang dipakai; media sanggup menyebut mahasiswa sebagai pendekar sanggup juga menyebutnya sebagai perusuh.
    • Berita bukan refleksi dari realitas, ia hanya konstruksi dari realitas. Berita yang kita baca intinya ialah hasil dari konstruksi kerja jurnalis, bukan kaidah baku jurnalistik
    • Berita bersifat subjektif/konstruksi atas realitas opini tidak sanggup dihilangkan sebab ketika meliput, wartawan melihat dengan perspektif dan pertimbangan subjektif.
    • Wartawan bukan pelapor, ia biro konstruksi realitas. Wartawan sebagai partisipan yang menjembatani keragaman subjektifitas pelaku sosial.
    • Etika, pilihan moral, dan keberpihakan wartawan ialah pecahan yang integral dalam produksi berita. Wartawan bukanlah robot yang meliput apa adanya, apa yang beliau lihat. Etika dan moral yang dalam banyak hal berarti keberpihakan satu kelompok atau nilai tertentu umumnya dilandasi oleh keyakinan tertentu, ialah pecahan yang integral dan tidak terpisahkan dalam membentuk dan mengkonstruksi realitas.
    • Khalayak mempunyai evaluasi tersendiri atas berita. Khalayak bukan dilihat sebagai subjek yang pasif, yang mempunyai tafsiran sendiri yang bisa saja berbeda dari pembuat gosip (Zamroni, 2009:95)

Paradigma Kritis

  1. Paradigma ini beranggapan bahwa realitas yang kita lihat ialah realitas semu, realitas yang telah terbentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial, politik, budaya, ekonomi, etnik, nilai gender, dan sebagianya, serta telah terkristalisasi dalam waktu yang panjang (Hamad, 2004:43).
  2. Paradigma kritis hadir untuk mengoreksi paradigma konsturktivis yang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun institusional. Seperti ditulis A.S. Hikam (Eriyanto,2001:6), pandangan konsturktivisme masih belum menganalisis faktor-faktor korelasi kekuasaan yang inheren dalam setiap wacana, yang pada gilirannya berperan dalam membentuk jenis-jenis subjek tertentu berikut perilaku-perilakunya. Hal inilah yang melahirkan paradigma kritis. Analisis wacana tidak dipusatkan pada kebenaran/ketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses penafsiran pada anlaisis konstruktivisme. Analisis wacana dalam paradigma ini menekannkan pada konstelasikekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna.
  3. Individu tidak dianggap sebagai subjek yang netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya, sebab sangat dipengaruhi dan berafiliasi dengan kekuatan sosial yang ada dimasyarakat. Bahasa juga disini dianggap bukan sebagai medium yang netral yang terletak di luar diri si penulis. Bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai representasi yang membentuk subjek tertentu, tema-tema tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya.
  4. Oleh sebab itu analisis teks digunakan untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa: batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti digunakan, atau topik apa yang seharusnya dibicarakan. Dengan pandangan semacam ini, wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam korelasi kekuasaan, terutama dalam pembentukan subjek, dan banyak sekali tindakan representasiyang terdapat dalam masyarakat. (Eriyanto,2001:6)

Pencarian paling populer
  • contoh paradigma
  • arti paradigma dan contohnya
  • paradigma kbbi
  • pengertian paradigma secara umum
  • pengertian paradigma berdasarkan para ahli
  • arti paradigma pembangunan
  • sinonim paradigma
  • paradigma pancasila adalah
Blogger
Disqus
Pilih Sistem Komentar

No comments

Advertiser