Pengertian, Asas-Asas Dan Kualifikasi Aturan Perdata Internasional

Pengertian, Asas-Asas Dan Kualifikasi Aturan Perdata Internasional

Pengertian, Asas-Asas Dan Kualifikasi Aturan Perdata Internasional

Istilah aturan perdata merupakan salah istilah di ranah ilmu aturan yang sangat dekat di telingan kita. Biasanya, istilah aturan perdata dijadikan ‘lawan’ dari istilah aturan pidana. Istilah aturan perdata sanggup disinonimkan dengan civielrecht atau privatrecht, yaitu aturan yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan atau individu.

Istilah aturan perdata merupakan salah istilah di ranah ilmu aturan yang sangat dekat di tel Pengertian, Asas-asas Dan Kualifikasi Hukum Perdata Internasional
Pengertian, Asas-asas Dan Kualifikasi Hukum Perdata Internasional

Kepentingan perseorangan atau individu sebagai seorang warga negara perlu diperhatikan, pun kalau ia berada di luar negaranya sendiri apabila sedang menjalani keperluannya di luar negri. Oleh lantaran itu, muncul aturan perdata internasional, secara umum pengertian aturan perdata internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas aturan yang mengatur kekerabatan perdata yang melintasi batas Negara atau aturan yang mengatur kekerabatan aturan perdata antara para pelaku aturan yang masing-masing tunduk pada aturan perdata (nasional) yang berlainan

Pengertian Hukum Perdata Internasional Menurut Beberapa Ahli

Seperti bidang kajian ilmu aturan lainnya, kajian wacana aturan perdata internasional pun mempunyai pemahaman dan definisi yang berbeda di antara para tokoh. Adapun pengertian aturan perdata internasional berdasarkan beberapa hebat sanggup disimak sebagai berikut:

  1. Menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, Hukum Perdata Internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas aturan yang mengatur kekerabatan perdata melewati batas negara, atau dengan kata lain, aturan yang mengatur kekerabatan antar pelaku aturan yang masing-masing tunduk pada aturan perdata (nasional) yang berbeda.
  2. Menurut R.H Graveson, Hukum Perdata Internasional berkaitan dengan perkara-perkara yang di dalamnya mengandung fakta yang relevan yang bekerjasama dengan suatu sistem aturan lain, baik lantaran teritorialistasnya sanggup menumbulkan permasalahan aturan sendiri atau aturan gila untuk memutuskan masalah atau menimbulkan duduk masalah pelaksanaan yuridiksi pengadilan sendiri atau asing.
  3. Van Brakel : aturan nasional yang khusus diperuntukkan bagi perkara-perkara internasional.
  4. Cheshire : dalam bukunya “Private International Law” menyampaikan bahwa cabang dari aturan Inggris yang dikenal sebagai Hukum Perdata Internasional mulai bekerja apabila tubuh pengadilan dihadapkan dengan somasi aturan yang mempunyai unsur gila (Foreign Element).
  5. Sudargo Gautama : keseluruhan peraturan dan kekhususan aturan yang menunjuk stelsel aturan manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum, kalau hubungan-hubungan dan insiden antara warga-warga negara pada suatu waktu tertentu memperlihatkan titik pertalian-pertalian dengan stelsel-stelsel dengan kaidah-kaidah aturan 2 (dua) atau lebih negara yang berbeda dalam lingkungan, kuasa tempat, pribadi dan soal-soal.

 Lebih lanjut selain pengertian aturan perdata internasional diatas, sanggup kita tinjau pula titik taut Hukum Perdata Internasional. Titik taut ialah hal atau keadaan yang mengakibatkan berlakunya suatu stelsel aturan dan dibagi menjadi dua, yakni primer dan sekunder. Titik taut primer ialah faktor dan keadaan atau sekumpulan fakta yang melahirkan atau membuat kekerabatan Hukum Perdata Internasional, sedangkan titik taut sekunder ialah faktor atau sekumpulan fakta yang menentukan aturan mana yang harus dipakai atau berlaku dalam suatu kekerabatan Hukum Perdata Internasional (titik taut penentu).

Asas-Asas Hukum Perdata Internasional Dalam Kontrak/Perjanjian

Perjanjian/kontrak merupakan persetujuan di antara dua orang atau lebih yang memuat satu atau beberapa akad yang bersifat timbal balik dan menimbulkan akhir aturan bagi para pihak. Dalam kontrak yang bersifat internasional, tentu proses ini melibatkan unsur-unsur personalia, obyek kontrak ataupun area/wilayah secara lintas negara.

Dalam menyusun perjanjian antara pihak yang mempunyai kewarganegaraan yang berbeda ataupun perjanjian yang mengandung unsur HPI haruslah berdasarkan kesepakan para pihak,

a. Asas Pacta Sunservanda
Perjanjian merupakan undang undang bagi yang membuatnya. Asas kekuatan mengikat atau asas facta sun servanda ini sanggup diketahui di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa : “Semua persetujuan yang dibentuk secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Adapun maksud dari asas ini tidak lain untuk mendapatkan kepastian aturan bagi para pihak, maka semenjak dipenuhinya syarat

b. Lex Loci Contractus
Menurut teori Lex Loci Contractus ini aturan yang berlaku ialah aturan dari daerah dimana kontrak itu dibentuk . Makara daerah dibuatnya sesuatu kontrak ialah faktor yang penting untuk menentukan aturan yang berlaku. Dimana suatu kontrak dibuat, aturan dari negara itulah yang dikapai. Akan tetapi dalam praktek dagang internasional pada waktu kini ini prinsip tersebut sukar sekali dipergunakan. Jelas sekali hal ini apa yang dinamakan kontrak-kotrak antara orang-orang yang tidak bertemu, tidak berada ditempat, “Contract between absent person”. Jika para pihak melangsungkan suatu kontrak tetapi tidak hingga bertemu maka tidak ada daerah berlangsungnya kontrak.

c. Lex Loci Solutions
Menurut teori ini aturan dari daerah dimana perjanjian dilaksanakan, jadi bukan daerah dimana kontraknya ditandatangani akan tetapi dimana kontrak itu dilaksanakan .

d. The proper law of the contract ,
Digunakan untuk mengedepankan apa yang dinamakan “intention of the parties” hokum yang ingin diberlakukan untuk perjanjian tersebut lantaran dikehendaki oleh para pihak ybs. Hukum yang dikehendaki itu bisa dinyatakan secara tegas yaitu dicantumkan dalam perjanjian, bisa pula tidak dinyatakan secara tegas
apabila ditegaskan harapan para pihak,maka aturan yang diberlakukan ialah yang ditegaskan. Apabila tidak ditegaskan,maka harus disimpulkan oleh pengadilan dengan melihat pada isi perjanjian, bentuknya unsure-unsur perjanjian maupun kejadian-kejadian/peristiwa-peristiwa disekelilingnya yang relevan dengan perjanjian tersebut.

e. Teori The Most characteristic Connection
Pada tiap-tiap kontrak sanggup dilihat pihak mana yang melalukan prestasi yang paling karaktetristik dan aturan dari pihak yang melaksanakan prestasi yang paling karakteristik ini ialah aturan yang dianggap harus dipergunakan lantaran aturan inilah yang terberat dan yang sewajarnya dipakai .

Dalam aturan perdata dikenal beberapa prinsip dasar yang harus diterapkan dalam penyusunan kontrak sehingga akan terhindar dari unsur-unsur yang sanggup merugikan para pihak pembuat suatu kontrak yang mereka sepakati dan hal tersebut juga tetap berlaku dalam aturan perdata internasional. Prinsip dan klausul dalam kontrak dimaksud ialah sebagai berikut:
  1. Asas Kebebasan Berkontrak. Berdasarkan prinsip ini, para pihak berhak menentukan apa saja yang ingin mereka sepakati, sekaligus untuk menentukan apa yang tidak ingin dicantumkan di dalam isi perjanjian, tetapi bukan berarti tanpa batas. Dalam KUHPerdata, asas kebebasan berkontrak ini diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang dirumuskan sebagai: (a) Semua persetujuan yang dibentuk secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya; (b) Persetujuan itu tidak sanggup ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau lantaran alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu; (c) Persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan kepercayaan baik.
  2. Asas Konsensualitas. Suatu perjanjian timbul apabila telah ada konsensus atau persesuaian kehendak antara para pihak. Dengan kata lain, sebelum tercapainya kata sepakat, perjanjian tidak mengikat. Konsensus tersebut tidak perlu ditaati apabila salah satu pihak memakai paksaan, penipuan ataupun terdapat kekeliruan akan objek kontrak.
  3. Asas Kebiasaan. Suatu perjanjian tidak mengikat hanya untuk hal-hal yang diatur secara tegas saja dalam peraturan perundang-undangan, yurisprudensi dan sebagainya, tetapi juga hal-hal yang menjadi kebiasaan yang diikuti masyarakat umum. Jadi, sesuatu yang berdasarkan sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan. Dengan kata lain, hal-hal yang berdasarkan kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara rahasia dimasukan dalam persetujuan meskipun tidak dengan tegas dinyatakan. (Pasal 1339 BW).
  4. Asas Peralihan Resiko. Dalam sistem aturan Indonesia, beralihnya suatu resiko atas kerugian yang timbul merupakan suatu prinsip yang berlaku untuk jenis-jenis perjanjian tertentu menyerupai pada persetujuan jual beli, tukar menukar, pinjam pakai, sewa menyewa, pemborongan pekerjaan, dan lain sebagainya, walaupun tidak perlu dicantumkan dalam perjanjian yang bersangkutan. Meskipun demikian, para pihak boleh mengaturnya sendiri mengenai peralihan resiko itu, sepanjang tidak bertentangan dengan undang undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
  5. Asas Ganti kerugian. Penentuan ganti kerugian merupakan kiprah para pembuat perjanjian untuk memperlihatkan maknanya serta batasan ganti kerugian tersebut lantaran prinsip ganti rugi dalam sistem aturan Indonesia mungkin berbeda dengan prinsip ganti kerugian berdasarkan sistem aturan asing. Dalam KUHPerdata Indonesia, prinsip ganti kerugian ini diatur dalam pasal 1365, yang menentukan; “Setiap perbuatan melanggar aturan yang menmbawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang yang lantaran salahnya menimbulkan kerugian tersebut.” Dengan demikian, untuk setiap perbuatan yang melawan aturan lantaran kesalahan menjadikan orang lain dirugikan, maka ia harus mengganti kerugian yang diderita orang lain, tetapi harus dibuktikan adanya kekerabatan lantaran akhir antara perbuatan melawan aturan dengan kerugian dimaksud lantaran tidak akan ada kerugian kalau tidak terdapat kekerabatan antara perbuatan melawan aturan yang dilakukan oleh si pelaku dengan timbulnya kerugian tersebut.
  6. Asas Kepatutan (Equity Principle). Prinsip kepatutan ini menghendaki bahwa apa saja yang akan dituangkan di dalam naskah suatu perjanjian harus memperhatikan prinsip kepatutan (kelayakan/ seimbang), lantaran melalui tolak ukur kelayakan ini kekerabatan aturan yang ditimbulkan oleh suatu persetujuan itu ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat (KUH-Perdata: pasal 1339). Dengan begitu, setiap persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dimuat dalam naskah perjanjian, tetapi juga untuk segala sesuatu yang berdasarkan sifat persetujuan diharuskan oleh “kepatutan”, kebiasaan atau undang undang.
  7. Asas Ketepatan Waktu. Setiap kontrak, apapun bentuknya harus mempunyai batas waktu berakhirnya, yang sekaligus merupakan unsur kepastian pelaksanaan suatu prestasi (obyek kontrak). Prinsip ini sangatlah penting dalam kontrak-kontrak tertentu, contohnya kontrak-kontrak yang bekerjasama dengan proyek konstruksi dan proyek keuangan, di mana setiap aktivitas yang telah disepakati harus diselesaikan sempurna waktu. Prinsip ini penting untuk memutuskan batas waktu berakhirnya suatu kontrak. Dalam setiap naskah kontrak harus dimuat secara tegas batas waktu pelaksanaan kontrak. Jika prestasi tidak dilaksanakan sesuai dengan batas waktu yang telah disepakati, salah satu pihak telah wanprestasi atau telah melaksanakan cidera akad yang menjadikan pihak lainnya berhak untuk menuntut pemenuhan prestasi ataupun ganti kerugian.
  8. Asas Keadaan darurat (Force Majeure). Force majeure principle ini merupakan salah satu prinsip yang sangat penting dicantumkan dalam setiap naskah kontrak, baik yang berskala nasional, regional, maupun kontrak internasional. Hal ini penting untuk mengantisipasi situasi dan kondisi yang melingkupi objek kontrak. Jika tidak dimuat dalam naskah suatu kontrak, maka bila terjadi hal-hal yang berada di luar kemampuan manusia, contohnya gempa bumi, banjir, angin topan, gunung meletus, dan lain sebagainya, siapa yang bertanggung jawab atas semua kerugian yang ditimbulkan oleh petaka tersebut.

Kualifikasi dalam Hukum Perdata Internasional

Pengertian Kualifikasi
Kualifikasi ialah tindakan yang mudah selalu diterapkan. Hal ini kiranya merupakan hal yang memang seharusnya dilakukan, lantaran untuk menata sekumpulan fakta yang dihadapi, mendefinisikannya dan menempatkannya ke dalam suatu kategori aturan tertentu. Di dalam aturan internasional, kualifikasi merupakan sebuah proses berfikir yang logis guna menempatkan konsepsi asas-asas dan kaidah-kaidah aturan ke dalam sistem aturan yang berlaku. Di dalam Hukum Perdata Internasional, kualifikasi lebih penting lagi, lantaran di sini kita diharuskan menentukan salah satu sistem aturan tertentu.

Macam Macam Kualifikasi dalam Hukum Perdata Internasional
Seperti halnya aturan perdata internasional lainnya, di dalam Hukum Perdata Internasional juga diharapkan kualifikasi. Fakta-fakta harus berada di bawah kategori aturan tertentu (subsumption of facts under categories of laws). Fakta-fakta diklasifikasikan, dimasukkan dan dikategorikan ke dalam kelas-kelas pengerian aturan yang ada, dengan kata lain fakta-fakta dikarakteristikkan. Di dalam Hukum Perdata Internasional, kaidah aturan pun perlu dikualifikasikan (classification of law).

Dari uraian di atas, maka di dalam HPI dikenal dua macam kualifikasi, yaitu:
  1. Kualifikasi fakta (classification of facts). Kulifikasi fakta ialah kualifikasi yang dilakukan terhadap sekumpulan fakta dalam suatu insiden aturan untuk ditetapkan menjadi satu atau lebih insiden hukum, berdasarkan kategori aturan dan kaidah-kaidah aturan dan sistem aturan yang dianggap seharusnya berlaku.
  2. Kualifikasi aturan ( classification of law). Kualifikasi aturan ialah penggolongan pembagian seluruh kaidah aturan ke dalam pengelolaan atau pembidangan kategori aturan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dengan demikian, proses kualifikasi di dalam HPI meliputi langkah-langkah sebagai berikut :
  1. Kualifikasi sekumpulan fakta dalam suatu masalah ke dalam kategori yang ada;
  2. Kualifikasi sekumpulan fakta itu ke dalam kaidah-kaidah atau ketentuan tertentu yang seharusnya berlaku (lex causae).

Kitab Undang-undang Hukum Perdata(KUH Perdata) ialah aturan perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia ialah aturan perdata barat (Belanda) yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan BW. Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUH Perdata Hindia Belanda dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan Undang-Undang gres berdasarkan Undang–Undang Dasar. BW Hindia Belanda merupakan induk aturan perdata Indonesia.

KUH Perdata terdiri atas empat 4 bagian, yaitu:

1.     Buku 1 wacana Orang / Van Personnenrecht
Membahas tentang:
  • Bab I    - Tentang menikmati dan kehilangan hak-hak kewargaan
  • Bab II   - Tentang akta-akta catatan sipil
  • Bab III  - Tentang daerah tinggal atau domisili
  • Bab IV  - Tentang perkawinan
  • Bab V   - Tentang hak dan kewajiban suami-istri
  • Bab V I - Tentang harta-bersama berdasarkan undang-undang dan pengurusannya
  • Bab VII - Tentang perjanjian kawin
  • Bab VIII - Tentang adonan harta-bersama atau perjanjian kawin pada perkawinan kedua atau   selanjutnya
  • Bab IX - Tentang pemisahan harta-benda
  • Bab X - Tentang pembubaran perkawinan
  • Bab XI -Tentang pisah meja dan ranjang
  • Bab XII -Tentang keayahan dan asal keturunan anak-anak
  • Bab XIII -Tentang kekeluargaan sedarah dan semenda
  • Bab XIV -Tentang kekuasaan orang tua
  • Bab XIVA -Tentang penentuan, perubaran dan pencabutan tunjangan nafkah
  • Bab XV - Tentang kebelumdewasaan dan perwalian
  • Bab XVI - Tentang pendewasaan
  • Bab XVII - Tentang pengampuan
  • Bab XVIII - Tentang ketidakhadiran

2. Buku 2 wacana Benda
Membahas wacana :
  • Bab I - Tentang barang dan pembagiannya
  • Bab II - Tentang besit dan hak-hak yang timbul karenanya
  • Bab III - Tentang hak milik
  • Bab IV - Tentang hak dan kewajiban antara para pemilik pekarangan yang bertetangga
  • Bab V - Tentang kerja rodi
  • Bab VI - Tentang dedikasi pekarangan
  • Bab VII - Tentang hak numpang karang
  • Bab VIII - Tentang hak guna perjuangan (erfpacht)
  • Bab IX - Tentang bunga tanah dan sepersepuluhan
  • Bab X - Tentang hak pakai hasil
  • Bab XI - Tentang hak pakai dan hak mendiami
  • Bab XII - Tentang pewarisan lantaran kematian
  • Bab XIII - Tentang surat wasiat
  • Bab XIV - Tentang pelaksana surat wasiat dan pengelola harta peninggalan
  • Bab XV - Tentang hak berpikir dan hak istimewa untuk merinci harta peninggalan
  • Bab XVI - Tentang hal mendapatkan dan menolak warisan
  • Bab XVII - Tentang pemisahan harta peninggalan
  • Bab XVIII - Tentang harta peninggalan yang tak terurus
  • Bab XIX - Tentang piutang dengan hak didahulukan
  • Bab XX - Tentang gadai
  • Bab XXI - Tentang hipotek

2.    Buku 3 wacana Perikatan / Verbintenessenrecht
Membahas wacana :
  • Bab I - Tentang perikatan pada umumnya
  • Bab II - Tentang perikatan yang lahir dari kontrak atau persetujuan
  • Bab III - Tentang perikatan yang lahir lantaran undang-undang
  • Bab IV - Tentang hapusnya perikatan
  • Bab V - Tentang jual-beli
  • Bab VI - Tentang tukar-menukar
  • Bab VII - Tentang sewa-menyewa
  • Bab VIIA - Tentang perjanjian kerja
  • Bab VIII - Tentang perseroan perdata (persekutuan perdata)
  • Bab IX - Tentang tubuh hukum
  • Bab X - Tentang penghibahan
  • Bab XI - Tentang penitipan barang
  • Bab XII - Tentang pinjam-pakai
  • Bab XIII - Tentang pinjam pakai habis (verbruiklening)
  • Bab XIV - Tentang bunga tetap atau bunga abadi
  • Bab XV - Tentang persetujuan untung-untungan
  • Bab XVI - Tentang pinjaman kuasa
  • Bab XVII - Tentang penanggung
  • Bab XVIII - Tentang perdamaian
3.     Buku 4 wacana Daluwarsa dan Pembuktian / Verjaring en Bewijs
Membahas wacana :
  • Bab I - Tentang pembuktian pada umumnya
  • Bab II - Tentang pembuktian dengan tulisan
  • Bab III - Tentang pembuktian dengan saksi-saksi
  • Bab IV - Tentang persangkaan
  • Bab V - Tentang pengakuan
  • Bab VI - Tentang sumpah di hadapan hakim
  • Bab VII - Tentang bau pada umumnya


Pencarian yang paling banyak dicari
  • materi aturan perdata internasional
  • sumber aturan perdata internasional
  • materi kuliah aturan perdata internasional
  • ruang lingkup aturan perdata internasional
  • contoh aturan perdata internasional
  • istilah aturan perdata internasional
  • hukum perdata internasional pdf
  • fungsi aturan perdata internasional
Blogger
Disqus
Pilih Sistem Komentar

No comments

Advertiser