Hadits merupakan salah satu panduan yang digunakan oleh umat Islam dalam melaksanakan aneka macam macam acara baik yang berkaitan dengan urusan dunia maupun acara yang berkaitan dengan urusan akhirat. Hadits merupakan sumber aturan agama Islam yang kedua sesudah kitab suci Al – Qur’an. Jika suatu masalah tidak dijelaskan di dalam Al – Qur’an, maka umat Islam akan memakai sumber yang kedua yaitu Hadits.
Istilah hadits intinya berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata “Al-hadits” yang artinya yakni perkataan, percakapan atau pun berbicara. Jika diartikan dari kata dasarnya, maka pengertian hadits yakni setiap goresan pena yang berasal dari perkataan atau pun percakapan Rasulullah Muhammad SAW. Dalam terminologi agama Islam sendiri, dijelaskan bahwa hadits merupakan setiap goresan pena yang melaporkan atau pun mencatat seluruh perkataan, perbuatan dan tingkah laris Nabi Muhammad SAW.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, hadits merupakan salah satu panduan yang digunakan oleh umat islam dalam melaksanakan acara atau pun mengambil tindakan.
Menurut wikipedia, Hadis (Arab: الحديث, har. 'berbicara, perkataan, percakapan', ejaan KBBI: hadis, Tentang bunyi ini dengarkan (bantuan·info)), disebut juga sunnah, yakni perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad yang dijadikan landasan syariat Islam. Hadis dijadikan sumber aturan Islam selain al-Qur'an, dalam hal ini kedudukan hadis merupakan sumber aturan kedua sesudah al-Qur'an.
Menurut istilah ulama andal hadis,[siapa?] hadis yaitu apa yang diriwayatkan dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapannya (Arab: تقرير, translit. taqrīr), sifat jasmani atau sifat akhlak, perjalanan sesudah diangkat sebagai Nabi (Arab: بعثة) dan terkadang juga sebelumnya, sehingga arti hadis di sini semakna dengan sunnah.
Kata hadis yang mengalami ekspansi makna sehingga disinonimkan dengan Sunnah, maka pada ketika ini sanggup berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad S.A.W yang dijadikan ketetapan ataupun hukum.[1] Kata hadis itu sendiri yakni bukan kata infinitif,[2] maka kata tersebut yakni kata benda.[3]
Contoh: Musaddad mengabari bahwa Yahya memberikan sebagaimana diberitakan oleh Syu'bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah S.A.W bahwa beliau bersabda: "Tidak tepat kepercayaan seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri" (hadis riwayat Bukhari)
Sanad
Sanad ialah rantai penutur/rawi (periwayat) hadis. Rawi yakni masing-masing orang yang memberikan hadis tersebut (dalam teladan di atas: Bukhari, Musaddad, Yahya, Syu'bah, Qatadah dan Anas). Awal sanad ialah orang yang mencatat hadis tersebut dalam bukunya (kitab hadis); orang ini disebut mudawwin atau mukharrij. Sanad merupakan rangkaian seluruh penutur itu mulai dari mudawwin hingga mencapai Rasulullah. Sanad menawarkan citra keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari teladan sebelumnya maka sanad hadis bersangkutan adalah
Al-Bukhari --> Musaddad --> Yahya --> Syu’bah --> Qatadah --> Anas --> Nabi Muhammad S.A.W
Sebuah hadis sanggup mempunyai beberapa sanad dengan jumlah penutur/rawi yang bervariasi dalam lapisan sanadnya; lapisan dalam sanad disebut dengan thabaqah. Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thabaqah sanad akan memilih derajat hadis tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada pembagian terstruktur mengenai hadis.
Kaprikornus yang perlu dicermati dalam memahami hadis terkait dengan sanadnya ialah :
Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal semenjak sebelum datangnya Islam. Hal ini diterapkan di dalam mengutip aneka macam buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi lebih banyak didominasi penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadis-hadis nabawi.
Rawi
Rawi yakni orang-orang yang memberikan suatu hadis. Sifat-sifat rawi yang ideal adalah:
Sifat-sifat para rawi ini telah dicatat dari zaman ke zaman oleh ahli-ahli hadis yang semasa, dan disalin dan dipelajari oleh ahli-ahli hadis pada masa-masa yang berikutnya hingga ke masa sekarang. Rawi yang tidak ada catatannya dinamakan maj'hul, dan hadis yang diriwayatkannya tidak boleh diterima.
Matan
Matan ialah redaksi dari hadis, dari teladan sebelumnya maka matan hadis bersangkutan ialah:
"Tidak tepat kepercayaan seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri"
Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadis ialah:
Berdasarkan Keutuhan Rantai Sanad
Berdasarkan tingkat keutuhan rantai Sanadnya, hadits sanggup digolongkan ke dalam 6 jenis, yaitu :
Berdasarkan Jumlah Penutur
Berdasarkan Jumlah penuturnya, hadits sanggup dikelompokkan ke dalam 2 jenis hadits, yaitu :
Berdasarkan Tingkat Keaslian Hadits
Berdasarkan tingkat keasliannya, hadits sanggup dibagi menjadi 4 macam hadits, yaitu :
Pengertian Hadits, Fungsi dan Jenis-jenis Hadits Secara Lengkap |
Definisi dan Pengertian Hadits
Istilah hadits intinya berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata “Al-hadits” yang artinya yakni perkataan, percakapan atau pun berbicara. Jika diartikan dari kata dasarnya, maka pengertian hadits yakni setiap goresan pena yang berasal dari perkataan atau pun percakapan Rasulullah Muhammad SAW. Dalam terminologi agama Islam sendiri, dijelaskan bahwa hadits merupakan setiap goresan pena yang melaporkan atau pun mencatat seluruh perkataan, perbuatan dan tingkah laris Nabi Muhammad SAW.Seperti yang telah dijelaskan di atas, hadits merupakan salah satu panduan yang digunakan oleh umat islam dalam melaksanakan acara atau pun mengambil tindakan.
Menurut wikipedia, Hadis (Arab: الحديث, har. 'berbicara, perkataan, percakapan', ejaan KBBI: hadis, Tentang bunyi ini dengarkan (bantuan·info)), disebut juga sunnah, yakni perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad yang dijadikan landasan syariat Islam. Hadis dijadikan sumber aturan Islam selain al-Qur'an, dalam hal ini kedudukan hadis merupakan sumber aturan kedua sesudah al-Qur'an.
Etimologi
Hadis secara harfiah berarti "berbicara", "perkataan" atau "percakapan". Dalam terminologi Islam istilah hadis berarti melaporkan, mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laris dari Nabi Muhammad.Menurut istilah ulama andal hadis,[siapa?] hadis yaitu apa yang diriwayatkan dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapannya (Arab: تقرير, translit. taqrīr), sifat jasmani atau sifat akhlak, perjalanan sesudah diangkat sebagai Nabi (Arab: بعثة) dan terkadang juga sebelumnya, sehingga arti hadis di sini semakna dengan sunnah.
Kata hadis yang mengalami ekspansi makna sehingga disinonimkan dengan Sunnah, maka pada ketika ini sanggup berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad S.A.W yang dijadikan ketetapan ataupun hukum.[1] Kata hadis itu sendiri yakni bukan kata infinitif,[2] maka kata tersebut yakni kata benda.[3]
Struktur hadis
Secara struktur hadis terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai penutur) dan matan (redaksi).Contoh: Musaddad mengabari bahwa Yahya memberikan sebagaimana diberitakan oleh Syu'bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah S.A.W bahwa beliau bersabda: "Tidak tepat kepercayaan seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri" (hadis riwayat Bukhari)
Sanad
Sanad ialah rantai penutur/rawi (periwayat) hadis. Rawi yakni masing-masing orang yang memberikan hadis tersebut (dalam teladan di atas: Bukhari, Musaddad, Yahya, Syu'bah, Qatadah dan Anas). Awal sanad ialah orang yang mencatat hadis tersebut dalam bukunya (kitab hadis); orang ini disebut mudawwin atau mukharrij. Sanad merupakan rangkaian seluruh penutur itu mulai dari mudawwin hingga mencapai Rasulullah. Sanad menawarkan citra keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari teladan sebelumnya maka sanad hadis bersangkutan adalah
Al-Bukhari --> Musaddad --> Yahya --> Syu’bah --> Qatadah --> Anas --> Nabi Muhammad S.A.W
Sebuah hadis sanggup mempunyai beberapa sanad dengan jumlah penutur/rawi yang bervariasi dalam lapisan sanadnya; lapisan dalam sanad disebut dengan thabaqah. Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thabaqah sanad akan memilih derajat hadis tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada pembagian terstruktur mengenai hadis.
Kaprikornus yang perlu dicermati dalam memahami hadis terkait dengan sanadnya ialah :
- Keutuhan sanadnya
- Jumlahnya
- Perawi akhirnya
Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal semenjak sebelum datangnya Islam. Hal ini diterapkan di dalam mengutip aneka macam buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi lebih banyak didominasi penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadis-hadis nabawi.
Rawi
Rawi yakni orang-orang yang memberikan suatu hadis. Sifat-sifat rawi yang ideal adalah:
- Bukan pendusta atau tidak dituduh sebagai pendusta
- Tidak banyak salahnya
- Teliti
- Tidak fasik
- Tidak dikenal sebagai orang yang ragu-ragu (peragu)
- Bukan andal bid'ah
- Kuat ingatannya (hafalannya)
- Tidak sering bertentangan dengan rawi-rawi yang kuat
- Sekurangnya dikenal oleh dua orang andal hadis pada jamannya.
Sifat-sifat para rawi ini telah dicatat dari zaman ke zaman oleh ahli-ahli hadis yang semasa, dan disalin dan dipelajari oleh ahli-ahli hadis pada masa-masa yang berikutnya hingga ke masa sekarang. Rawi yang tidak ada catatannya dinamakan maj'hul, dan hadis yang diriwayatkannya tidak boleh diterima.
Matan
Matan ialah redaksi dari hadis, dari teladan sebelumnya maka matan hadis bersangkutan ialah:
"Tidak tepat kepercayaan seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri"
Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadis ialah:
- Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan,
- Matan hadis itu sendiri dalam hubungannya dengan hadis lain yang lebih berpengaruh sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Alquran (apakah ada yang bertolak belakang).
Jenis – jenis Hadits
Jenis – jenis hadits sanggup dikelompokkan berdasarkan beberapa kategori, yaitu :Berdasarkan Keutuhan Rantai Sanad
Berdasarkan tingkat keutuhan rantai Sanadnya, hadits sanggup digolongkan ke dalam 6 jenis, yaitu :
- Hadits Mursal – Merupakan hadits yang penutur satunya tidak dijumpaik secara langsung.
- Hadits Munqathi’ – Merupakan hadits yang putus pada salah satu atau pun dua penutur.
- Hadits Mu’dlal – Merupakan hadits yang terputus pada dua generasi penutur secara berturut – turut.
- Hadits Mu’allaq – Merupakan hadits yang terputus sebanyak 5 penutur, dimulai dari penutur pertama secara berturut – turut.
- Hadits Mudallas – Merupakan hadits yang tidak tegas disampaikan secara pribadi kepada penutur.
- Hadits Musnad – Merupakan hadits yang penuturnya paling terang dan tidak terpotong sama sekali.
Berdasarkan Jumlah Penutur
Berdasarkan Jumlah penuturnya, hadits sanggup dikelompokkan ke dalam 2 jenis hadits, yaitu :
- Hadits Mutawatir – Merupakan hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang yang sudah sepakat untuk saling mempercayai.
- Hadits Ahad – Merupakan hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang yang belum mencapai tingkatan mutawatir. Hadits Ahad sendiri sanggup dikelompokkan ke dalam tida macam hadits yaitu Gharib, Aziz, dan Mansyur.
Berdasarkan Tingkat Keaslian Hadits
Berdasarkan tingkat keasliannya, hadits sanggup dibagi menjadi 4 macam hadits, yaitu :
- Hadits Sahih – Merupakan hadits yang sanadnya bersambung, paling diakui tingkat keasliannya dan paling banyak diterima oleh kelompok ulamah.
- Hadits Hasan – Merupakan hadits yang sanadnya bersambung, namun diriwayatkan oleh rawi yang tidak tepat ingatannya.
- Hadits Dhaif – Merupakan hadits yang sanadnya tidak bersambung atau pun diriwayatkan oleh rawi yang tidak berpengaruh ingatannya / tidak adil.
- Hadits Maudlu’ – Merupakan hadits yang dicurigai palsu atau pun karangan manusia.
Klasifikasi hadist
Hadis sanggup diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya ujung sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (rawi) serta tingkat keaslian hadis (dapat diterima atau tidaknya hadis bersangkutan).
Berdasarkan ujung sanad
Berdasarkan pembagian terstruktur mengenai ini hadis dibagi menjadi 3 golongan yakni ’Marfu (terangkat), mauquf (terhenti) dan maqthu’:
- Hadis Marfu’ yakni hadis yang sanadnya berujung pribadi pada Nabi Muhammad S.A.W (contoh: hadis di atas)
- Hadis Mauquf yakni hadis yang sanadnya terhenti pada para sobat nabi tanpa ada gejala baik secara perkataan maupun perbuatan yang memperlihatkan derajat marfu'. Contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara'id (hukum waris) memberikan bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: "Kakek yakni (diperlakukan seperti) ayah". Pernyataan dalam teladan itu tidak jelas, apakah berasal dari Nabi atau sekadar pendapat para sahabat. Namun kalau ekspresi yang digunakan sobat yakni ibarat "Kami diperintahkan..", "Kami dihentikan untuk...", "Kami terbiasa... kalau sedang bersama Rasulullah", maka derajat hadis tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu'.
- Hadis Maqthu’ yakni hadis yang sanadnya berujung pada para tabi'in (penerus) atau sebawahnya. Contoh hadis ini adalah: Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin mengatakan: "Pengetahuan ini (hadis) yakni agama, maka berhati-hatilah kau darimana kau mengambil agamamu".
Keaslian hadis yang terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada beberapa faktor lain ibarat keadaan rantai sanad maupun penuturnya. Namun pembagian terstruktur mengenai ini tetap sangat penting mengingat pembagian terstruktur mengenai ini membedakan ucapan dan tindakan Rasulullah S.A.W dari ucapan para sobat maupun tabi'in di mana hal ini sangat membantu dalam area perkembangan dalam fikih (Suhaib Hasan, Science of Hadis).
Berdasarkan keutuhan rantai/lapisan sanad
Berdasarkan pembagian terstruktur mengenai ini hadis terbagi menjadi beberapa golongan yakni Musnad, Mursal, Munqathi’, Mu’allaq, Mu’dlal dan Mudallas. Keutuhan rantai sanad maksudnya ialah setiap penutur pada tiap tingkatan dimungkinkan secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari penutur di atasnya.
Ilustrasi sanad: Pencatat hadis > Penutur 5> Penutur 4> Penutur 3 (tabi'ut tabi'in) > Penutur 2 (tabi'in) > Penutur 1 (para shahabi) > Rasulullah
- Hadis Musnad. Sebuah hadis tergolong musnad apabila urutan sanad yang dimiliki hadis tersebut tidak terpotong pada bab tertentu. Urut-urutan penutur memungkinkan terjadinya penyampaian hadis berdasarkan waktu dan kondisi, yakni rawi-rawi itu memang diyakini telah saling bertemu dan memberikan hadis. Hadis ini juga dinamakan muttashilus sanad atau maushul.
- Hadis Mursal, bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi'in menisbatkan pribadi kepada Rasulullah S.A.W (contoh: seorang tabi'in (penutur 2) menyampaikan "Rasulullah berkata..." tanpa ia menjelaskan adanya sobat yang menuturkan kepadanya).
- Hadis Munqathi’, bila sanad putus pada salah satu penutur, atau pada dua penutur yang tidak berturutan, selain shahabi.
- Hadis Mu’dlal, bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut.
- Hadis Mu’allaq, bila sanad terputus pada penutur 5 hingga penutur 1, alias tidak ada sanadnya. Contoh: "Seorang pencatat hadis mengatakan, telah hingga kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan...." tanpa ia menjelaskan sanad antara dirinya hingga Rasulullah.
- Hadis Mudallas, bila salah satu rawi menyampaikan "..si A berkata .." atau "Hadis ini dari si A.." tanpa ada kejelasan "..kepada saya.."; yakni tidak tegas memperlihatkan bahwa hadis itu disampaikan kepadanya secara langsung. Bisa jadi antara rawi tersebut dengan si A ada rawi lain yang tidak terkenal, yang tidak disebutkan dalam sanad. Hadis ini disebut juga hadis yang disembunyikan cacatnya lantaran diriwayatkan melalui sanad yang menawarkan kesan seakan-akan tidak ada cacatnya, padahal bergotong-royong ada, atau hadis yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya.
Berdasarkan jumlah penutur
Jumlah penutur yang dimaksud yakni jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari sanad, atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadis tersebut. Berdasarkan pembagian terstruktur mengenai ini hadis dibagi atas hadis mutawatir dan hadis ahad.
- Hadis Mutawatir, yakni hadis yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta bersama akan hal itu. Kaprikornus hadis mutawatir mempunyai beberapa sanad dan jumlah penutur pada tiap lapisan generasi (thaqabah) berimbang. Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah sanad minimum hadis mutawatir (sebagian menetapkan 20 dan 40 orang pada tiap lapisan sanad). Hadis mutawatir sendiri sanggup dibedakan antara dua jenis yakni mutawatir lafzhy (lafaz redaksional sama pada tiap riwayat) dan ma’nawy (pada redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap riwayat)
- Hadis Ahad, hadis yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadis minggu kemudian dibedakan atas tiga jenis antara lain :
- Gharib, bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan terdapat hanya satu penutur, meski pada lapisan lain mungkin terdapat banyak penutur)
- Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan, pada lapisan lain lebih banyak)
- Masyhur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih penutur pada salah satu lapisan, dan pada lapisan lain lebih banyak) namun tidak mencapai derajat mutawatir. Dinamai juga hadis mustafidl.
Berdasarkan tingkat keaslian hadis
Kategorisasi tingkat keaslian hadis yakni pembagian terstruktur mengenai yang paling penting dan merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadis tersebut. Tingkatan hadis pada pembagian terstruktur mengenai ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan, dla'if dan maudlu'.
- Hadis Sahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadis. Hadis shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- Sanadnya bersambung (lihat Hadis Musnad di atas);
- Diriwayatkan oleh para penutur/rawi yang adil, mempunyai sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan berpengaruh ingatannya.
- Pada ketika mendapatkan hadis, masing-masing rawi telah dewasa (baligh) dan beragama Islam.
- Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada lantaran tersembunyi atau tidak kasatmata yang mencacatkan hadis (’illat).
- Hadis Hasan, bila hadis yang tersebut sanadnya bersambung, namun ada sedikit kelemahan pada rawi(-rawi)nya; contohnya diriwayatkan oleh rawi yang adil namun tidak tepat ingatannya. Namun matannya tidak syadz atau cacat.
- Hadis Dhaif (lemah), ialah hadis yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa hadis mauquf, maqthu’, mursal, mu’allaq, mudallas, munqathi’ atau mu’dlal), atau diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak berpengaruh ingatannya, atau mengandung kejanggalan atau cacat.
- Hadis Maudlu’, bila hadis dicurigai palsu atau buatan lantaran dalam rantai sanadnya dijumpai penutur yang dikenal sebagai pendusta.
Jenis-jenis lain
Adapun beberapa jenis hadis lainnya yang tidak disebutkan dari pembagian terstruktur mengenai di atas antara lain:
- Hadis Matruk, yang berarti hadis yang ditinggalkan yaitu hadis yang hanya diriwayatkan oleh seorang rawi saja dan rawi itu dituduh berdusta.
- Hadis Mungkar, yaitu hadis yang hanya diriwayatkan oleh seorang rawi yang lemah yang bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang tepercaya/jujur.
- Hadis Mu'allal, artinya hadis yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadis yang di dalamnya terdapat cacat yang tersembunyi (’illat). Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani bahwa hadis Mu'allal ialah hadis yang sepertinya baik tetapi sesudah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadis ini biasa juga disebut hadis Ma'lul (yang dicacati) dan disebut hadis Mu'tal (hadis sakit atau cacat).
- Hadis Mudlthorib, artinya hadis yang kacau yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi melalui beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidak sama atau bahkan pertentangan dengan yang dikompromikan
- Hadis Maqlub, yakni hadis yang terbalik yaitu hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya, baik dalam hal matan (isi) atau sanad (silsilah)
- Hadis Gholia, yaitu hadis yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah
- Hadis Mudraj, yaitu hadis yang mengalami penambahan isi oleh rawi, contohnya penjelasan-penjelasan yang bukan berasal dari Nabi S.A.W
- Hadis Syadz, hadis yang jarang yaitu hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang tepercaya namun bertentangan dengan hadis lain yang diriwayatkan dari rawi-rawi yang lain. Hadis syadz sanggup jadi berderajat shahih, akan tetapi berlawanan isi dengan hadis shahih yang lebih berpengaruh sanadnya. Hadis yang lebih berpengaruh sanadnya ini dinamakan Hadis Mahfuzh.
Hadist Qudsi
Hadis qudsi ialah hadis yang berisi perkataan Rasulullah S.A.W mengenai firman Allah yang diwahyukan secara langsung. Makna hadis ini berasal dari Allah, akan tetapi—berbeda dengan Alquran--, kata-katanya yakni kata-kata Rasulullah. Hadis qudsi ini, sebagian, kemudian disampaikan kepada sahabat-sahabat Rasul yang tertentu. Karenanya, tingkat kesahihan hadis qudsi ini serupa dengan hadis yang lain-lain, dan diukur dengan cara yang serupa pula di atas.
Penulisan hadist
Ahli-ahli hadis yang mengumpulkan, mendaftar, menyeleksi dan menuliskan hadis-hadis dalam suatu kitab hadis dikenal sebagai mudawwin atau mukharrij.
Kitab hadis Sunni
- Shahih Bukhari, disusun oleh Bukhari (194-256 H).
- Shahih Muslim, disusun oleh Muslim (204-262 H).
- Sunan Abu Dawud, disusun oleh Abu Dawud (202-275 H).
- Sunan at-Turmudzi, disusun oleh At-Turmudzi (209-279 H).
- Sunan an-Nasa'i, disusun oleh an-Nasa'i (215-303 H).
- Sunan Ibnu Majah, disusun oleh Ibnu Majah (209-273).
- Musnad Ahmad, disusun oleh Imam Ahmad bin Hambal (164-241 H).
- Muwatta Malik, disusun oleh Imam Malik (93-179 H).
- Sunan Darimi, disusun oleh Ad-Darimi (181-255 H).
Kitab hadist Syi'ah
Syi'ah hanya memercayai hadis yang diriwayatkan oleh keturunan Muhammad S.A.W, melalui Fatimah az-Zahra, atau oleh pemeluk Islam awal yang memihak Ali bin Abi Thalib. Syi'ah tidak memakai hadis yang berasal dari atau diriwayatkan oleh orang-orang yang diklaim memusuhi Ali, ibarat Aisyah, yang melawan Ali pada Perang Jamal. Beberapa sekte Syi'ah sebagian besar menggunakan:
- Ushul al-Kafi
- Al-Istibshar
- Al-Tahdzib
- Man La Yahduruhu al-Faqih
Kebanyakan hadis-hadis tersebut meriwayatkan perkataan Ja'far ash-Shadiq dengan pentahrifan sanad. Kitab-kitab hadis Syiah tidak beredar secara umum di Indonesia.
Beberapa istilah dalam ilmu hadis
Berdasarkan siapa yang meriwayatkan, terdapat beberapa istilah yang dijumpai pada ilmu hadis antara lain:
- Muttafaq Alaih (disepakati atasnya) yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sumber sobat yang sama, dikenal dengan hadis Bukhari dan Muslim
- As-Sab'ah berarti tujuh perawi yaitu: Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Nasa'i dan Imam Ibnu Majah
- As-Sittah maksudnya enam perawi yakni mereka yang tersebut di atas selain Ahmad bin Hambal (Imam Ibnu Majah)
- Al-Khamsah maksudnya lima perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Imam Bukhari dan Imam Muslim
- Al-Arba'ah maksudnya empat perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim
- Ats-Tsalatsah maksudnya tiga perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim dan Ibnu Majah.
Pembentukan dan Sejarahnya
Hadis sebagai kitab berisi info perihal sabda, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad sebagai Rasul. Berita tersebut didapat dari para sobat pada ketika bergaul dengan Nabi. Berita itu selanjutnya disampaikan kepada sobat lain yang tidak mengetahui info itu, atau disampaikan kepada murid-muridnya dan diteruskan kepada murid-murid berikutnya lagi hingga hingga kepada pembuku hadis. Itulah pembentukan hadis.
Masa pembentukan hadis
Masa pembentukan hadis tiada lain masa kerasulan Nabi Muhammad itu sendiri, ialah lebih kurang 23 tahun. Pada masa ini hadis belum ditulis, dan hanya berada dalam benak atau hafalan para sobat saja. perode ini disebut al wahyu wa at takwin. Pada ketika ini Nabi Muhammad sempat melarang penulisan hadis semoga tidak tercampur dengan periwayatan Al Qur'an, namun sesudah beberapa waktu, beliau Shalallahu alaihi wassallam membolehkan penulisan hadis dari beberapa orang sobat yang mulia, ibarat Abdullah bin Mas'ud, Abu Bakar, Umar, Abu Hurairah, Zaid bin Tsabit, dllnya. Periode ini dimulai semenjak Muhammad diangkat sebagai nabi dan rasul hingga wafatnya (610M-632 M)
Masa Penggalian
Masa ini yakni masa pada sobat besar dan tabi'in, dimulai semenjak wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 11 H atau 632 M. Pada masa ini hadis belum ditulis ataupun dibukukan, kecuali yang dilakukan oleh beberapa sobat ibarat Abu Hurairah, Abu Bakar, Umar bin Khattab, Abdullah bin Mas'ud, dllnya. Seiring dengan perkembangan dakwah, mulailah bermunculan duduk masalah gres umat Islam yang mendorong para sobat saling bertukar hadis dan menggali dari sumber-sumber utamanya.
Masa penghimpunan
Masa ini ditandai dengan sikap para sobat dan tabi'in yang mulai menolak mendapatkan hadis baru, seiring terjadinya bencana perebutan kedudukan kekhalifahan yang bergeser ke bidang syari'at dan 'aqidah dengan munculnya hadis palsu. Para sobat dan tabi'in ini sangat mengenal betul pihak-pihak yang melibatkan diri dan yang terlibat dalam permusuhan tersebut, sehingga kalau ada hadis gres yang belum pernah dimiliki sebelumnya diteliti secermat-cermatnya siapa-siapa yang menjadi sumber dan pembawa hadis itu. Maka pada masa pemerintahan Khalifah 'Umar bin 'Abdul 'Aziz sekaligus sebagai salah seorang tabi'in memerintahkan penghimpunan hadis. Masa ini terjadi pada masa 2 H, dan hadis yang terhimpun belum dipisahkan mana yang merupakan hadis marfu' dan mana yang mauquf dan mana yang maqthu'.
Masa pendiwanan dan penyusunan
Abad 3 H merupakan masa pendiwanan (pembukuan) dan penyusunan hadis. Guna menghindari salah pengertian bagi umat Islam dalam memahami hadis sebagai prilaku Nabi Muhammad, maka para ulama mulai mengelompokkan hadis dan memisahkan kumpulan hadis yang termasuk marfu' (yang berisi sikap Nabi Muhammad), mana yang mauquf (berisi prilaku sahabat) dan mana yang maqthu' (berisi prilaku tabi'in). Usaha pembukuan hadis pada masa ini selain telah dikelompokkan (sebagaimana dimaksud di atas) juga dilakukan penelitian Sanad dan Rawi-rawi pembawa beritanya sebagai wujud tash-hih (koreksi/verifikasi) atas hadis yang ada maupun yang dihafal. Selanjutnya pada masa 4 H, perjuangan pembukuan hadis terus dilanjutkan hingga dinyatakannya bahwa pada masa ini telah selesai melaksanakan pelatihan maghligai hadis. Sedangkan masa 5 hijriyah dan seterusnya yakni masa memperbaiki susunan kitab hadis ibarat menghimpun yang terserakan atau menghimpun untuk memudahkan mempelajarinya dengan sumber utamanya kitab-kitab hadis masa ke-4 Hijriyah.
Kitab-kitab hadist
Berdasarkan masa penghimpunan hadis
Abad ke-2 Hijriyah
Beberapa kitab yang terkenal:
- Al Muwaththa oleh Malik bin Anas
- Al Musnad oleh Ahmad bin Hambal (tahun 150 - 204 H / 767 - 820 M)
- Mukhtaliful Hadis oleh As Syafi'i
- Al Jami' oleh Abdurrazzaq Ash-Shan'ani
- Mushannaf Syu'bah oleh Syu'bah bin Hajjaj (tahun 82 - 160 H / 701 - 776 M)
- Mushannaf Sufyan oleh Sufyan bin Uyainah (tahun 107 - 190 H / 725 - 814 M)
- Mushannaf Al Laist oleh Al-Laist bin Sa'ad (tahun 94 - 175 / 713 - 792 M)
- As Sunan oleh Al-Auza'i (tahun 88 - 157 / 707 - 773 M)
- As Sunan oleh Al-Humaidi (wafat tahun 219 H / 834 M)
Dari kesembilan kitab tersebut yang sangat menerima perhatian para 'lama hanya tiga, yaitu Al Muwaththa', Al Musnad dan Mukhtaliful Hadis. Sedangkan selebihnya kurang menerima perhatian alhasil hilang ditelan zaman.
Abad ke-3 H
Musnadul Kabir oleh Ahmad bin Hambal dan 3 macam lainnya yaitu Kitab Shahih, Kitab Sunan dan Kitab Musnad yang selengkapnya :
- Al Jami'ush Shahih Bukhari oleh Bukhari (194-256 H / 810-870 M)
- Al Jami'ush Shahih Muslim oleh Muslim (204-261 H / 820-875 M)
- As Sunan Ibnu Majah oleh Ibnu Majah (207-273 H / 824-887 M)
- As Sunan Abu Dawud oleh Abu Dawud (202-275 H / 817-889 M)
- As Sunan At Tirmidzi oleh At Tirmidzi (209-279 H / 825-892 M)
- As Sunan Nasai oleh An Nasai (225-303 H / 839-915 M)
- As Sunan Darimi oleh Darimi (181-255 H / 797-869 M)
Abad ke-4 H
- Al Mu'jamul Kabir oleh Ath-Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
- Al Mu'jamul Ausath oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
- Al Mu'jamush Shaghir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
- Al Mustadrak oleh Al-Hakim (321-405 H / 933-1014 M)
- Ash Shahih oleh Ibnu Khuzaimah (233-311 H / 838-924 M)
- At Taqasim wal Anwa' oleh Abu Awwanah (wafat 316 H / 928 M)
- As Shahih oleh Abu Hatim bin Hibban (wafat 354 H/ 965 M)
- Al Muntaqa oleh Ibnu Sakan (wafat 353 H / 964 M)
- As Sunan oleh Ad-Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)
- Al Mushannaf oleh Ath-Thahawi (239-321 H / 853-933 M)
- Al Musnad oleh Ibnu Nashar Ar Razi (wafat 301 H / 913 M)
Abad ke-5 H dan selanjutnya
Hasil penghimpunan
- Bersumber dari Kutubus sittah saja
- Jami'ul Ushul oleh Ibnu Atsir Al Jazari (556-630 H / 1160-1233 M)
- Tashiful Wushul oleh Al-Fairuz Abadi (? - ? H / ? - 1084 M)
- Bersumber dari kutubus sittah dan kitab lainnya, yaitu Jami'ul Masanid oleh Ibnu Katsir (706-774 H / 1302-1373 M)
- Bersumber dari selain kutubus sittah, yaitu Jami'ush Shaghir oleh As Sayuthi (849-911 H / 1445-1505 M)
Hasil pembidangan (mengelompokkan ke dalam bidang-bidang)
Kitab Al Hadis Hukum, diantaranya :
- Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)
- As Sunannul Kubra oleh Al-Baihaqi (384-458 H / 994-1066 M)
- Al Imam oleh Ibnul Daqiqil 'Id (625-702 H / 1228-1302 M)
- Muntaqal Akhbar oleh Majduddin Al-Harrani (? - 652 H / ? - 1254 M)
- Bulughul Maram oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)
- 'Umdatul Ahkam oleh 'Abdul Ghani Al-Maqdisi (541-600 H / 1146-1203 M)
- Al Muharrar oleh Ibnu Qudamah Al-Maqdisi (675-744 H / 1276-1343 M)
Kitab Al Hadis Akhlaq
- At Targhib wat Tarhib oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)
- Riyadhus Shalihin oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)
Syarh (semacam tafsir untuk hadis)
- Untuk Shahih Bukhari terdapat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)
- Untuk Shahih Muslim terdapat Minhajul Muhadditsin oleh Imam An-Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)
- Untuk Shahih Muslim terdapat Al Mu'allim oleh Al Maziri (wafat 536 H / 1142 M)
- Untuk Muntaqal Akhbar terdapat Nailul Authar oleh Asy-Syaukani (wafat 1250 H / 1834 M)
Untuk Bulughul Maram terdapat Subulussalam oleh Ash-Shan'ani (wafat 1099 H / 1687 M)
Mukhtashar (ringkasan)
- Untuk Shahih Bukhari diantaranya Tajridush Shahih oleh Al Husain bin Mubarrak (546-631 H / 1152-1233 M)
- Untuk Shahih Muslim diantaranya Mukhtashar oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)
Lain-lain
- Kitab Al Kalimuth Thayyib oleh Ibnu Taimiyah (661-728 H / 1263-1328 M) berisi hadis-hadis perihal doa.
- Kitab Al Mustadrak oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M) berisi hadis yang dipandang shahih berdasarkan syarat Bukhari atau Muslim dan berdasarkan dirinya sendiri.